"Saya ingin petani Kuningan mulai meninggalkan cara bertani lama yang terlalu bergantung pada pupuk kimia. Kita bisa beralih ke metode yang lebih hemat, sehat, dan tetap produktif,”tegas Dr Wahyu, Jumat (11/7).
Salah satu fokus utama dalam SL Tematik tahun ini adalah penerapan penggunaan POC, yang terbukti mampu menekan kebutuhan pupuk kimia hingga 50 persen. Dari biasanya 250 kg per hektare, kini hanya perlu sekitar 125 kg pupuk kimia jika dikombinasikan dengan POC.
Lebih lanjut, Dr Wahyu mengungkapkan bahwa pupuk organik cair yang kini digunakan secara nasional ternyata berasal dari Kabupaten Kuningan. POC tersebut diproduksi di pabrik pengolahan di Kecamatan Cidahu, dengan bahan baku utama berupa limbah kotoran sapi dari wilayah Cidahu dan Cigugur.
"Ironisnya, pupuk organik dari Kuningan justru lebih banyak dikirim ke daerah lain melalui distribusi Pupuk Indonesia. Padahal, masyarakat kita sendiri belum banyak yang memanfaatkannya. Ini harus kita ubah bersama,” ujarnya.
Tak hanya soal pupuk, Diskatan Kuningan juga mendorong inovasi pertanian lain seperti penerapan metode Tanam Benih Langsung (TABELA) dan teknologi padi Salibu, yang memungkinkan panen berkali-kali dari satu kali tanam. Uji coba metode ini sedang berlangsung di sejumlah demplot, termasuk di Desa Kutaraja, Kecamatan Maleber.
Dengan pendekatan edukatif yang menyentuh langsung petani di lapangan, Pemkab Kuningan berharap SL Tematik menjadi wadah nyata perubahan bukan hanya dalam hal teknis, tetapi juga dalam membentuk kesadaran kolektif tentang pentingnya pertanian berkelanjutan.
"Tanah itu seperti tubuh kita. Kalau terus-menerus dicekoki pupuk kimia, lama-lama bisa rusak. Maka penggunaan pupuk organik adalah keniscayaan agar tanah tetap sehat dan produktif dalam jangka panjang,” pungkasnya.***
Editor : Andri Yanto
Artikel Terkait