"Penyelesaian tunda bayar harus menjadi prioritas utama. Jangan sampai hal ini menjadi preseden buruk dalam tata kelola keuangan daerah. Prosesnya harus dilakukan secara transparan dan akuntabel sesuai amanat PP Nomor 12 Tahun 2019 dan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020,”tegas Kang Yaya asal Fraksi PKS DPRD Kuningan, Kamis (26/6).
DPRD juga menyoroti wacana pinjaman daerah yang belakangan mulai muncul sebagai opsi solusi fiskal. Dalam hal ini, DPRD mengingatkan pentingnya prinsip kehati-hatian (prudential policy) sebelum mengambil keputusan untuk berutang.
"Jika pinjaman daerah tetap menjadi pilihan, maka penggunaannya harus diarahkan ke sektor produktif seperti infrastruktur strategis, pelayanan dasar, dan kegiatan yang bisa mendorong peningkatan PAD atau membuka lapangan kerja. Bukan untuk pembiayaan yang tidak memberi nilai tambah jangka panjang,”ujarnya.
DPRD juga mendorong Pemda untuk menggali potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara optimal dan melakukan efisiensi belanja, terutama dari pos retribusi jasa, pengelolaan aset daerah, dan kinerja BUMD. Belanja non-prioritas seperti perjalanan dinas, konsumsi, dan kegiatan seremonial diminta untuk ditekan.
Selain itu, DPRD menegaskan bahwa setiap rencana pinjaman daerah harus dilakukan secara terbuka, melibatkan partisipasi publik, dan mendapat pengawasan penuh dari legislatif.
"Kami meminta Pemda untuk menyosialisasikan secara transparan alasan, tujuan, dan risiko dari setiap pinjaman. DPRD juga harus dilibatkan penuh dalam proses negosiasi dan penyusunan dokumen pinjaman,”katanya.
Kang Yaya menambahkan, setiap kegiatan yang akan dibiayai dengan dana pinjaman harus memiliki dokumen perencanaan yang jelas, analisis kelayakan ekonomi, dan mekanisme pengawasan yang ketat, serta hasilnya harus dievaluasi secara berkala dengan indikator keberhasilan yang terukur.
Dalam penutupnya, DPRD mengingatkan agar Pemda membentuk dana darurat sebagai bentuk mitigasi risiko keuangan serta memastikan adanya pengawasan yang berkelanjutan dari berbagai pihak. Hal ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2018 tentang Pinjaman Daerah.
"Transparansi dan akuntabilitas adalah kunci. Pinjaman harus disertai rencana pelunasan yang jelas dan terukur. Ini demi menjaga keberlanjutan fiskal dan kepercayaan publik,”tutupnya.***
Editor : Andri Yanto
Artikel Terkait