Audiensi berlangsung panas dan sarat kritik. Aksi mereka disampaikan dalam forum audiensi yang berlangsung di Gedung DPRD Kuningan pada Senin (2/6).
FMPK menyoroti perilaku tidak terpuji sejumlah oknum legislator, terutama dugaan penyalahgunaan praktik nikah siri secara manipulatif yang digunakan untuk menutupi hubungan gelap.
Ustadz Luqman, juru bicara FMPK, menilai tindakan itu sebagai bentuk pelecehan terhadap ajaran agama dan pengkhianatan terhadap publik.
"Ini bukan soal legalitas nikah siri, tapi bagaimana agama dipermainkan untuk menutupi aib. Ini adalah bentuk kezaliman terhadap perempuan dan penghinaan terhadap nilai-nilai agama,”tegas Luqman.
"Rakyat Kuningan tidak butuh wakil rakyat yang pandai bersilat lidah dan bersembunyi di balik simbol agama. Kami butuh pemimpin yang amanah, jujur, dan beradab,”imbuhnya.
FMPK menyesalkan lambannya penanganan dugaan pelanggaran etik oleh lembaga legislatif. Hanya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang dinilai tegas memberi sanksi kepada kadernya, sementara partai-partai lain dianggap abai dan membiarkan krisis moral terus berlarut-larut.
Dalam tuntutannya, FMPK mendesak DPRD agar tidak bersikap pasif dan segera menindaklanjuti kasus-kasus dugaan pelanggaran etik dengan proses yang transparan dan terbuka untuk publik. Mereka juga meminta agar anggota dewan yang terbukti melanggar segera mengundurkan diri atau dijatuhi sanksi tegas oleh lembaga.
Selain persoalan etik, FMPK juga menyuarakan berbagai isu sosial lainnya, mulai dari penegakan Perda tentang Minuman Keras dan Minuman Beralkohol (Mihol), pemberantasan peredaran narkoba, pencabutan izin rentenir berkedok koperasi (Bank Emok), penertiban tempat kos-kosan yang disinyalir menjadi sarang maksiat, hingga pembinaan terhadap pelaku LGBT.
"Ini semua adalah bentuk kegelisahan masyarakat atas lemahnya penegakan hukum dan merosotnya norma sosial di daerah kita. Perjuangan kami bukan untuk menjatuhkan seseorang, tapi untuk memulihkan marwah lembaga legislatif," tandasnya.
Editor : Andri Yanto
Artikel Terkait