Sujarwo menambahkan, wacana netralitas ASN dalam pilkada seolah hanya menjadi slogan belaka. Sebab faktanya, opini publik yang mengkhawatirkan adanya aroma politik dalam mutasi pejabat tidak bisa diabaikan begitu saja.
"Kita semua paham, mutasi jabatan memang kewenangan bupati. Tapi apakah proses itu benar-benar bersih dari kepentingan politik? Di sinilah DPRD harus hadir, jangan hanya jadi penonton. Jika ada dugaan pelanggaran aturan, interpelasi adalah hak politik yang sah,”cetusnya.
Ia menyayangkan, jika publik baru bersuara setelah proses mutasi berjalan. Padahal, menurutnya, jika ada data konkret soal keterlibatan ASN dalam pemenangan salah satu pasangan calon, seharusnya dilaporkan sejak tahapan pilkada masih berlangsung.
"Bawaslu adalah kanal yang tepat untuk melaporkan ASN yang tidak netral. Tapi sekarang, kalau ada yang menyuarakan keberatan itu harus lewat jalur politik, termasuk lewat DPRD,”ungkapnya.
Sujarwo pun mengingatkan, bahwa pengabaian terhadap proses yang adil dan transparan hanya akan menurunkan kualitas pemerintahan.
"Jangan jadikan ASN sebagai pion politik. Kalau ini dibiarkan, lima tahun ke depan kita akan panen birokrasi yang tak lagi berpihak pada pelayanan publik, tapi pada kepentingan politik penguasa,”tandasnya.***
Editor : Andri Yanto
Artikel Terkait