PHRI Kuningan Minta Gubernur Jabar Tinjau Ulang Larangan Studi Tour

KUNINGAN,iNEWS.ID–Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kuningan meminta Gubernur Dedi Mulyadi, untuk meninjau ulang kebijakan larangan studi tour bagi pelajar di Jawa Barat.
Sebab, kebijakan ini dinilai berdampak signifikan terhadap sektor pariwisata, khususnya di Kabupaten Kuningan. Karena sangat bergantung pada kunjungan wisata sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Ketua PHRI Kuningan, Hanyen Tenggono mengungkapkan bahwa sejak wacana larangan ini bergulir, banyak kunjungan wisata ke sejumlah destinasi di Kuningan yang dibatalkan. Ini berdampak terhadap omzet usaha wisata, terutama hotel, restoran, dan usaha kuliner yang mengalami penurunan drastis.
"Sektor pariwisata sangat terpukul dengan adanya larangan studi tour ini. Banyak hotel dan restoran yang merasakan dampaknya secara langsung. Jika kebijakan ini terus berlangsung, akan semakin banyak pelaku usaha yang kesulitan bertahan," ujarnya, Sabtu (8/3).
Pihaknya menekankan, bahwa pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang PAD terbesar bagi Kuningan. Dengan adanya larangan ini, bukan hanya perputaran ekonomi lokal yang terganggu, tetapi juga ancaman terhadap keberlangsungan usaha wisata di daerah.
"Di satu sisi, kita dituntut untuk meningkatkan PAD guna membantu pembangunan daerah. Namun, di sisi lain, sumber PAD dari sektor pariwisata justru dibatasi oleh kebijakan yang menghambat perputaran ekonomi lokal. Bahkan, alih-alih mempercepat pembangunan, kebijakan ini justru berisiko membuat banyak usaha gulung tikar," terangnya.
Menurut data portal Jabar Prov, jumlah kunjungan wisatawan nusantara ke Jawa Barat pada Januari–Desember 2024 mencapai 167,40 juta perjalanan, meningkat 7,15 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Hanyen khawatir, tren positif ini bisa berbalik akibat kebijakan larangan studi tour.
"Kami tidak ingin Jawa Barat menjadi terisolasi dalam tanda kutip dibanding provinsi lain. Dengan kebijakan ini, banyak sekolah di luar Jabar yang akhirnya memilih destinasi wisata di provinsi lain untuk studi tour, sementara sektor wisata di Jabar justru terpuruk," tegasnya.
Tak hanya berdampak pada sektor ekonomi, larangan ini juga menuai penolakan dari para pelajar. Studi tour bukan hanya sekadar rekreasi, tetapi juga bagian dari pembelajaran di luar kelas yang membuka wawasan dan memperkaya pengalaman siswa.
"Saya yakin Kang Dedi juga pernah merasakan studi tour sewaktu kecil, dan punya kenangan berharga bersama teman-temannya. Jangan sampai anak-anak sekarang kehilangan kesempatan itu, hanya karena kebijakan yang kurang dikaji secara mendalam," katanya.
Selain itu, dampak kebijakan ini juga telah memicu reaksi dari insan pariwisata di daerah lain. Dalam rapat insan pariwisata se-Jawa Tengah, agen perjalanan dan penyedia jasa wisata sepakat untuk tidak mengarahkan wisatawan ke Jawa Barat sebagai bentuk protes.
Bahkan, operator wisata Arbanitour telah mengumumkan penghentian sementara perjalanan ke Jawa Barat hingga waktu yang belum ditentukan. Tagar #BoikotWisataJawaBarat pun ramai diperbincangkan di media sosial, menjadi sinyal kuat bahwa kebijakan ini bisa berujung pada penurunan drastis kunjungan wisatawan ke Jawa Barat.
Hanyen berharap, sebagai salah satu pendukung Gubernur Dedi Mulyadi, kebijakan ini bisa segera dikaji ulang agar tidak merugikan banyak pihak.
"Kami ingin kebijakan ini ditinjau ulang dengan mempertimbangkan dampak ekonomi dan pendidikan. Kami siap berdiskusi untuk mencari solusi terbaik, agar sektor pariwisata tetap berkembang tanpa mengesampingkan aspek keselamatan dan pendidikan siswa," pungkasnya.***
Editor : Andri Yanto