"Kami melihat adanya krisis etika yang menyebabkan pelecehan seksual, yang diduga dilakukan oknum PPK ini adalah isu serius yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Hal ini akan menghancurkan kredibilitas demokrasi kita di Kuningan,”tegas Ketua IMM Kuningan, Renis Amarullah dalam orasinya.
Pihaknya juga mengingatkan, bahwa rendahnya integritas dan moral di KPU dapat memicu konflik sosial di kalangan masyarakat, terutama bagi mereka yang merasa dirugikan oleh kurangnya transparansi dalam proses pemilihan.
"Jika pemilihan umum tidak transparan dan tidak dijalankan dengan integritas yang tinggi, ini akan menimbulkan ketidakpuasan publik dan bahkan bisa memicu konflik di masyarakat,” lanjut perwakilan mahasiswa.
Pengunjuk rasa menuntut agar para Komisioner KPU Kuningan, segera mengundurkan diri sebagai bentuk tanggung jawab moral demi menjaga kredibilitas lembaga dan mengembalikan kepercayaan masyarakat. Jika krisis ini diabaikan, dikhawatirkan akan membuka ruang bagi penyalahgunaan kekuasaan yang lebih besar.
"Kami minta para komisioner untuk mengambil tanggung jawab dan mundur dari jabatannya,”koar salah seorang orator saat demo.
IMM berharap adanya pembaruan dalam tubuh KPU Kuningan khususnya dalam hal etika, transparansi, dan integritas. Mereka menilai bahwa penataan ulang diperlukan, agar proses pemilu di Kuningan dapat berjalan adil dan dipercaya oleh masyarakat.
Sementara Ketua KPU Kuningan, Asep Budi Hartono yang hadir menemui massa aksi menjawab, bahwa dugaan kasus yang menimpa oknum PPK ini sudah dilakukan proses hukum sesuai aturan. Namun saat diminta menandatangani tuntutan para mahasiswa ini, Ketua KPU Kuningan tidak berkenan.
Hal ini menimbulkan suasana aksi semakin memanas, bahkan para mahasiswa sempat mengguncang pagar agar bisa masuk ke halaman kantor. Namun usai negosiasi dengan aparat keamanan, para mahasiswa akhirnya meninggalkan lokasi aksi dengan tertib.***
Editor : Andri Yanto