"Selama proses pengujian bahan baku, memang sempat ditemukan adanya kandungan formalin, khususnya pada bahan baku daging ayam. Kami khawatir bahan tersebut berasal dari pedagang, karena ketika belanja tidak mudah membedakan mana yang menggunakan formalin atau tidak,”ungkap dr H Edi Martono, Kamis (13/11).
Ia menjelaskan, dari total 98 Dapur MBG yang sudah beroperasi di Kabupaten Kuningan, sebanyak 89 dapur telah memperoleh sertifikat SLHS, sementara sisanya masih dalam proses verifikasi laboratorium. Total pendaftar SLHS mencapai 104 Dapur MBG.
"Kami membutuhkan waktu sekitar dua minggu untuk melakukan uji laboratorium terhadap setiap sampel bahan baku. Kalau hasilnya belum lolos, sertifikat tidak bisa diterbitkan. Jangan sampai ada bahan makanan yang tidak layak konsumsi justru disajikan untuk masyarakat,”tegasnya.
Menurutnya, temuan formalin tersebut menjadi alarm serius bahwa pengawasan mutu bahan baku di lapangan masih harus diperketat. Dinkes juga akan memperkuat pelatihan bagi para penjamah makanan atau pegawai Dapur MBG, agar seluruh proses pengolahan benar-benar sesuai standar kesehatan.
"Jika dalam pemeriksaan berikutnya ditemukan pelanggaran yang diabaikan, kami tidak segan memberikan teguran keras, bahkan penutupan sementara. Bupati kini memiliki kewenangan untuk itu. Sebab yang berisiko ini menyangkut kesehatan masyarakat, dan tidak boleh dibiarkan,”tegasnya.
Meski demikian, pihaknya menilai program Dapur MBG tetap memiliki manfaat besar dalam mendukung penurunan angka stunting di Kuningan. Melalui penyediaan makanan bergizi bagi ibu hamil dan balita, program ini sejalan dengan kebijakan nasional untuk mempercepat penurunan stunting.
"Program MBG ini sangat baik, apalagi dananya memang diarahkan untuk memperkuat gizi masyarakat. Tinggal bagaimana pengawasan dan kolaborasi antara pemerintah daerah, dinas teknis, dan seluruh stakeholder terus diperkuat agar program ini benar-benar berjalan sukses,”tutupnya.***
Editor : Andri Yanto
Artikel Terkait
