KUNINGAN,iNEWS.ID–Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang pemerintah untuk menekan angka stunting di Kuningan, ternyata menyimpan ironi.
Dari setidaknya puluhan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau Dapur MBG yang kini beroperasi di berbagai wilayah, hanya satu dapur yang memiliki Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Fakta ini diungkap langsung Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Kuningan, yang menyoroti lemahnya kepatuhan terhadap aspek legalitas dan kelayakan bangunan.
Kepala Dinas PUTR Kuningan, Ir Putu Bagiasna, mengungkapkan bahwa satu-satunya dapur yang telah memenuhi ketentuan perizinan adalah Dapur MBG di Polres Kuningan atau SPPG Polres Kuningan. Sementara puluhan dapur lainnya berdiri tanpa izin yang memadai, bahkan sebagian besar memanfaatkan bangunan lama seperti garasi, gudang, hingga ruko yang dialihfungsikan tanpa sertifikasi kelayakan.
"Banyak yang berdiri tanpa PBG atau SLF (Sertifikat Laik Fungsi). Padahal bangunan untuk pengolahan makanan harus memenuhi syarat sanitasi, ventilasi, lokasi yang tepat, hingga kajian Amdal,”ungkapnya, Selasa (21/10).
Menurutnya, pendirian dapur MBG semestinya tidak dilakukan asal-asalan. Ada sejumlah aspek teknis yang wajib dikaji lebih dulu, mulai dari studi kelayakan lokasi, akses distribusi, ketersediaan air bersih, sistem drainase, hingga pengelolaan limbah.
"Idealnya, dapur MBG tidak hanya layak fungsi, tapi juga layak dari sisi kesehatan dan keamanan pangan. PBG itu bukan sekadar izin, tapi bentuk pendampingan teknis agar dapur lebih higienis, nyaman, dan aman bagi pengelola maupun penerima manfaat,”jelasnya.
Menurutnya, proses pengurusan izin sebenarnya sudah sangat mudah karena dilakukan secara online melalui Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG) yang terintegrasi dengan sistem OSS (Online Single Submission). Namun, banyak pengelola dapur MBG yang belum memahami pentingnya perizinan tersebut.
Ia juga menyoroti masih banyaknya dapur MBG yang belum memiliki fasilitas standar keselamatan, seperti grease trap untuk pengolahan limbah minyak dan alat pemadam api ringan (APAR). Padahal, kedua fasilitas tersebut menjadi prasyarat penting dalam operasional dapur yang aman dan ramah lingkungan.
"Kalau bangunan berdiri tanpa izin dan tidak sesuai fungsi, risikonya bukan hanya sanksi administratif, tapi juga bisa berujung pada pembatasan penggunaan bahkan pembongkaran,”tegasnya.
Dinas PUTR Kuningan kini mendorong adanya penertiban dan pembinaan, terhadap seluruh dapur MBG agar sesuai dengan regulasi. Legalitas bangunan bukan semata urusan dokumen, melainkan menyangkut kualitas pangan, keselamatan publik, dan tata ruang berkelanjutan.
"Legalitas bukan formalitas. Ini tentang tanggung jawab terhadap kualitas bangunan dan keamanan makanan yang dikonsumsi masyarakat,”pungkasnya.***
Editor : Andri Yanto
Artikel Terkait