Berdasarkan evaluasi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), sejumlah indikator KLA di Kuningan mencatat nilai rendah. Angka perkawinan anak berada di 31,5 dari target 62,5 (50,4%), kawasan tanpa rokok hanya mencapai 13,25 (37,9%), sekolah ramah anak baru 58%, anak berhadapan dengan hukum 43%, anak korban kekerasan/eksploitasi 49,8%, dan desa layak anak 45,3%.
"Ini bukan sekadar angka dalam tabel. Ini adalah potret nyata bagaimana kita melindungi atau justru mengabaikan hak-hak anak," ujarnya dengan nada kritis, Rabu (13/8).
Dirinya mengingatkan, bahwa Kabupaten Kuningan sebenarnya sudah memiliki Peraturan Bupati Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kabupaten Layak Anak. Namun, regulasi tersebut tidak akan berarti jika hanya berhenti di atas kertas tanpa implementasi yang kuat dan koordinasi lintas sektor.
"Kita butuh aksi nyata, keberanian mengalokasikan anggaran memadai, dan memastikan isu anak menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan, bukan sekadar catatan di ujung RPJMD," tegasnya.
Ia menyerukan agar Pemkab Kuningan menggerakkan seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) secara terintegrasi untuk memenuhi indikator KLA. Ia juga meminta Pemprov Jawa Barat memberikan pendampingan serius, sebab kegagalan satu daerah berdampak pada kegagalan provinsi secara keseluruhan.
Selain pemerintah, ia menilai keterlibatan masyarakat, dunia usaha, media, dan akademisi sangat diperlukan.
"Anak-anak adalah masa depan kita. Tapi masa depan itu tidak akan cerah jika hari ini kita gagal menciptakan lingkungan yang aman, sehat, dan ramah bagi mereka. Kalau bukan sekarang, kapan lagi, kalau bukan kita, siapa lagi," pungkasnya.***
Editor : Andri Yanto
Artikel Terkait