"Kami memahami kekhawatiran berbagai pihak terkait isu regenerasi petani, namun perlu kami luruskan bahwa proses ini sedang berlangsung secara serius dan berkelanjutan. Ini bukan panggung, tapi gerakan,”tegas Wahyu, Selasa (5/8).
Mengacu pada data Sensus Pertanian 2023 (ST2023) yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) Kuningan, tercatat sebanyak 10.674 orang petani milenial (usia 19–39 tahun) dari total 60.797 petani yang terdata. Angka ini setara dengan 17,56 persen, atau sekitar 1 dari setiap 6 petani di Kuningan adalah generasi muda.
"Ini pondasi penting dalam regenerasi petani. Saat daerah lain kesulitan mencari anak muda yang mau bertani, di Kuningan justru sudah mulai terbentuk ekosistemnya,”ujarnya.
Tak hanya soal usia, transformasi digital juga menjadi penanda penting dari modernisasi sektor pertanian. Dari data yang sama, sebanyak 89,55 persen atau 54.453 petani di Kuningan telah memanfaatkan teknologi digital dalam proses pertaniannya.
"Penggunaan aplikasi pertanian, pemasaran online, irigasi pintar, dan pupuk modern sudah menjadi bagian dari praktik harian para petani kita. Ini bukti bahwa pertanian kita tidak tertinggal,”terangnya.
Selain di lahan pertanian konvensional, regenerasi juga berlangsung melalui jalur urban farming atau pertanian perkotaan. ST2023 mencatat 69 rumah tangga dan 69 unit usaha individu di Kuningan aktif mengembangkan pertanian di lahan terbatas.
"Urban farming ini sangat relevan bagi generasi muda dan ibu rumah tangga di kawasan perkotaan. Kami sudah melakukan pelatihan, penyediaan bibit hortikultura, dan kerja sama dengan PKK serta Kelompok Wanita Tani (KWT),”katanya.
Pihaknya telah menyusun berbagai strategi untuk mempercepat regenerasi petani, di antaranya pelatihan dan sekolah lapang untuk petani muda melalui kerja sama dengan BPP dan para penyuluh. Kemudian pemberdayaan petani melalui bantuan alat mesin pertanian dan teknologi, kegiatan demplot teknologi berbasis ketahanan pangan di desa-desa, kolaborasi dengan perguruan tinggi dan swasta untuk program inkubasi petani milenial, dan mendorong peran Bumdes dan UMKM berbasis produk pertanian milenial.
"Kami serius membangun ekosistem pertanian yang ramah generasi muda. Tapi tentu perlu proses dan waktu. Ini bukan pekerjaan instan,”tegasnya.
Dia menjelaskan, regenerasi petani adalah proses panjang yang butuh narasi positif dan sinergi lintas sektor. "Kritik itu penting, tapi jangan lupa untuk ikut menjadi bagian dari solusi,”pungkasnya.***
Editor : Andri Yanto
Artikel Terkait