KUNINGAN,iNEWS.ID–Tenggat waktu 25 Agustus 2025 menjadi titik krusial bagi roda birokrasi Kabupaten Kuningan. Masa tugas Penjabat Sekda Kuningan yang saat ini menjabat akan segera berakhir.
Namun, hingga kini belum tampak tanda-tanda dimulainya proses penetapan Sekda definitif, baik melalui mekanisme open bidding maupun talent pool. Kekosongan pada posisi strategis ini tidak bisa dibiarkan berlarut.
Menurut pengamat pemerintahan, Sujarwo, kondisi ini membutuhkan respon cepat dan tepat dari kepala daerah. "Penunjukan Penjabat Sekda tidak boleh sekadar bersifat administratif. Ia harus menjadi figur transisi yang netral, berintegritas, dan mampu mengawal proses seleksi Sekda definitif dengan jernih, tanpa kepentingan pribadi,” ujar Sujarwo kepada wartawan, Sabtu (5/7).
Ia menekankan pentingnya sosok Penjabat Sekda yang mampu menjaga ritme kerja dan semangat kolaboratif dengan Bupati dan Wakil Bupati, yang sedang menggagas gerakan percepatan pembangunan melalui visi Kuningan Melesat. Namun yang paling krusial, kata Sujarwo, adalah netralitas.
"Jika Penjabat Sekda justru memiliki ambisi untuk mencalonkan diri sebagai Sekda definitif, netralitasnya akan mudah dipertanyakan. Bahkan jika prosesnya sah secara hukum, persepsi publik bisa terganggu. Dan dalam tata kelola pemerintahan modern, persepsi publik adalah segalanya,”ujarnya.
Sujarwo merujuk pada Surat Edaran Menteri PAN-RB Nomor 10 Tahun 2023 yang membatasi usia calon Sekda maksimal 58 tahun untuk yang pernah menjabat JPT Pratama. Berdasarkan aturan itu, ia membagi dua kategori kandidat potensial untuk mengisi posisi Penjabat Sekda.
Kelompok pertama, adalah para pejabat senior di atas 58 tahun yang sudah tidak memungkinkan mengikuti seleksi Sekda definitif seperti M Nurdijanto, Usep Sumirat, Laksono Dwi Putranto, Toto Toharudin, I Putu Bagiasna, Ahmad Juber, Dadi Hariadi, dan Ucu Suryana.
Kelompok kedua yaitu pejabat JPT Pratama di bawah 58 tahun yang secara usia masih bisa ikut seleksi, namun secara sadar memilih tidak mencalonkan diri demi menjaga profesionalitas. Kelompok ini dinilai lebih enerjik, progresif, dan selaras dengan semangat percepatan kerja Bupati.
"Namun dari 18 nama potensial di kelompok kedua, belum ada yang secara terbuka menyatakan komitmen untuk tidak ikut seleksi Sekda. Ini bisa menjadi persoalan besar,” ungkapnya.
Namun dari hasil penelusurannya, hanya satu nama yang secara tegas menyatakan diri tidak akan mencalonkan sebagai sekda yakni Dr Wahyu Hidayah.
"Komitmen ini bukan hal sepele. Di tengah kompetisi jabatan yang tajam, keberanian untuk menepi dari ambisi pribadi demi menjaga integritas sistem patut diapresiasi tinggi,” tegasnya.
Dr Wahyu sendiri dikenal memiliki rekam jejak birokrasi yang panjang dan lintas sektor. Ia pernah menjabat sebagai Kabid Ekonomi di Bappeda, Kabag Humas dan Protokol, Kabag Administrasi Pembangunan, Kadis Kominfo, dan kini sebagai Kadis Ketahanan Pangan dan Pertanian.
"Ini menunjukkan kapasitas manajerialnya matang, adaptif, dan komunikatif. Sosok seperti inilah yang layak mengisi posisi Penjabat Sekda, bukan hanya karena memenuhi syarat administratif, tapi juga menjawab harapan publik,”kata Sujarwo.
Ia menegaskan, walaupun masa tugas Pj Sekda hanya sekitar tiga bulan, namun jabatan itu tidak boleh dianggap sebagai ruang kosong tanpa makna.
"Dalam waktu singkat sekalipun, tetap harus ada jejak kinerja yang bisa diwariskan. Justru inilah momentum penting untuk menunjukkan integritas dan keteladanan birokrasi,”ujarnya.
Menutup analisanya, Sujarwo mendorong Bupati Kuningan agar tidak ragu mengambil keputusan yang berani dan strategis.
"Tunjuklah sosok yang benar-benar siap bekerja, tidak punya konflik kepentingan, dan mampu memberi energi baru dalam semangat Kuningan Melesat,”tandasnya.***
Editor : Andri Yanto
Artikel Terkait