Selain itu, Fraksi Golkar juga meminta penjelasan rinci terkait kewajiban perhitungan pihak ketiga senilai Rp405 juta yang belum dijelaskan progres penyelesaiannya.
"Apakah kewajiban ini sudah dibayarkan tepat waktu atau belum? Mohon penjelasan,”imbuhnya.
Fraksi Golkar juga menyoroti realisasi pinjaman daerah sebesar Rp58,7 miliar yang hanya mencapai 87,88%. Didit meminta kejelasan pemanfaatan pinjaman tersebut secara rinci.
Dari sisi kinerja ekonomi, Fraksi Golkar mengapresiasi penurunan tingkat pengangguran terbuka (TPT) Kuningan dari 9,49% menjadi 7,78% dan peningkatan tingkat kesempatan kerja dari 90,51% menjadi 92,22%. Namun demikian, Fraksi Golkar menilai tingkat kemandirian ekonomi daerah masih rendah karena ketergantungan tinggi pada dana transfer pusat dan provinsi.
"Kondisi ini harus menjadi perhatian bersama. Pemerintah daerah perlu meningkatkan kapasitas fiskal lokal agar secara bertahap kemandirian ekonomi bisa tercapai,”katanya.
Fraksi Golkar juga mengingatkan pentingnya sinergi antar OPD dengan kepala daerah dalam menjalankan program pembangunan, meskipun dalam kondisi keuangan daerah yang belum stabil. Transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan hingga pengawasan pelaksanaan APBD menjadi hal yang sangat ditekankan.
Tak kalah penting, Didit juga menyoroti temuan BPK dalam LHP yang menyebut adanya kelemahan dalam sistem pengendalian intern, pengelolaan dana BOS yang belum tertib, serta penataan aset tetap yang belum memadai.
"Kami akan bahas lebih lanjut persoalan ini di pembahasan tingkat Badan Anggaran,” tandasnya.
Dengan berbagai catatan tersebut, Fraksi Golkar mendorong langkah konkret pemerintah daerah untuk memperbaiki pengelolaan APBD ke depan, khususnya dengan meningkatkan porsi belanja modal dan menekan belanja operasi yang didominasi belanja pegawai.
"Sudah saatnya kebijakan anggaran lebih berpihak kepada kepentingan publik, dan berorientasi pada kinerja pembangunan,” pungkasnya.***
Editor : Andri Yanto
Artikel Terkait