Kisah Pilu Korban TPPO di Kamboja, Dijanjikan Gaji Rp9 Juta Namun Berujung Derita
"Kami dibawa ke sebuah kompleks bernama Kasino 168. Tempatnya seperti penjara, dikelilingi tembok tinggi, kawat listrik, CCTV, dan pos penjaga. Tidak ada jalan untuk kabur,”ujar Dimas dengan suara bergetar.
Di balik tembok tinggi itu, penderitaan demi penderitaan mereka alami. Setiap hari dipaksa bekerja dengan target yang mencekik. Ketika target tak terpenuhi, kekerasan menjadi konsekuensi.
"Setiap hari ditekan, dipukul,”kata Dimas lirih.
Istrinya menambahkan, hukuman fisik seolah menjadi menu harian.“Kami disiksa, disuruh squat jump, bahkan dipaksa minum air cuka kalau tidak memenuhi target,”ungkapnya.
Kesempatan untuk lepas dari jeratan itu akhirnya datang, saat perusahaan mengadakan makan bersama di luar kompleks. Berbekal nekat dan keberanian, mereka berpura-pura izin ganti pakaian, lalu melarikan diri.
Malam itu, pasangan ini bersembunyi di sebuah hotel, berjalan kaki melewati area persawahan, hingga berhasil menghubungi seorang teman di Medan yang lebih dulu melarikan diri. Dari sanalah mereka dipesankan taksi menuju KBRI di Phnom Penh.
Namun perjuangan belum usai. Karena kantor KBRI sudah tutup, Dimas dan istrinya terpaksa bermalam di taman depan gedung perwakilan negara itu. Dengan sisa uang 100 dolar hasil menabung dari gaji selama lima bulan bekerja, mereka bertahan di penginapan murah hingga akhirnya mendapatkan pertolongan dan dipulangkan ke Indonesia.
Bupati Kuningan, Dr H Dian Rachmat Yanuar menegaskan, bahwa kasus yang menimpa Dimas dan istrinya hanyalah sebagian kecil dari fenomena gunung es praktik perdagangan orang yang menjerat ribuan warga Indonesia.
"Ada yang pulang dalam kondisi meninggal dunia, ada yang kembali dengan depresi, stres berat, bahkan gangguan jiwa. Ini fenomena gunung es. Perkiraan Pak Andi Gani Nena Wea saja jumlahnya bisa mencapai ribuan kasus,”ujar Bupati Dian.
Ia menjelaskan, kasus pasutri asal Kuningan ini awalnya dilaporkan oleh Masyarakat Peduli Kuningan (MPK), yang kemudian berkoordinasi dengan Andi Gani Nena Wea selaku Penasihat Kapolri dan Presiden KSPSI. Berkat sinergi lintas lembaga, proses pemulangan para korban dapat dilakukan dengan cepat, meski membutuhkan biaya besar.
"Kami atas nama pemerintah daerah, masyarakat, dan keluarga korban menyampaikan apresiasi dan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Bapak Presiden RI, Bapak Kapolri, Bapak Kabareskrim, Pak Andi Gani Nena Wea, serta seluruh pihak yang terlibat,”tuturnya.
Menurutnya, respons cepat aparat penegak hukum telah menghadirkan rasa aman dan keadilan bagi para korban, khususnya warga Kuningan. Bupati Dian pun mengingatkan masyarakat agar tidak tergiur jalan pintas meraih kesuksesan.
"Hidup sukses itu tidak ditempuh dengan cara instan. Harus prosedural, tahap demi tahap. Saya imbau warga Kuningan agar sangat berhati-hati terhadap tawaran kerja ke luar negeri, apalagi melalui jalur ilegal,”tegasnya.
Sebagai langkah pencegahan, Pemkab Kuningan akan segera menerbitkan surat edaran ke seluruh desa dan kecamatan agar masyarakat tidak mudah tergoda iming-iming kerja di luar negeri secara tidak resmi.
Sementara Kepala Disnakertrans Kuningan, Guruh Irawan Zulkarnaen menegaskan, pihaknya terus melakukan sosialisasi agar calon pekerja migran menempuh jalur legal.
"Per hari ini tercatat 259 PMI asal Kuningan yang berangkat secara legal. Contohnya, PMI legal yang meninggal di Hong Kong keluarganya bisa mendapatkan santunan hingga sekitar Rp145 juta dan hak-hak lainnya. Kalau ilegal, mereka tidak tercatat dan sangat sulit dibantu,”pungkasnya.***
Editor : Andri Yanto