Mahasiswa Kuningan Tagih Tuntutan ke DPRD, Ketua Dewan Tanggapi Begini

Salah seorang perwakilan mahasiswa, Roy Aldilah menuntut soal ketidakjelasan Open Bidding Sekda yang menghabiskan anggaran besar, termasuk evaluasi kinerja DPRD yang tidak optimal terlalu memprioritaskan kepentingan pribadi seperti fokus kepada proyeksi MGB. Bahkan mendesak penghapusan tunjangan DPR yang dianggap tak masuk akal.
"Seleksi open bidding sekda sebelumnya sudah dilakukan sesuai mekanisme, tapi kenapa harus diulang lagi? Itu bisa menghabiskan ratusan juta rupiah. Anggaran sebesar itu sangat berat bagi rakyat kecil, sementara masih banyak masyarakat yang kesulitan makan,”tegasnya.
Tak hanya itu, mahasiswa juga mengkritisi berbagai tunjangan DPRD Kuningan. Yakni mulai dari tunjangan perumahan, transportasi, hingga fasilitas lainnya yang dinilai tidak berpihak kepada kondisi rakyat.
Menanggapi hal tersebut, Ketua DPRD Kuningan, Nuzul Rachdy mengatakan, bahwa pihaknya telah menindaklanjuti sejumlah isu penting yang sebelumnya disuarakan mahasiswa, baik di tingkat nasional maupun daerah.
"Untuk isu nasional, seperti tuntutan penghapusan tunjangan perumahan DPR RI, kinerja DPR RI, hingga urgensi pelaksanaan undang-undang perampasan aset, DPRD Kuningan sudah melayangkan surat resmi ke DPR RI,”ujarnya, Selasa (9/9).
Sementara terkait lelang jabatan Sekda, ia menjelaskan bahwa DPRD Kuningan sebenarnya dijadwalkan menghadiri rapat pembahasan. Namun, demi audiensi dengan mahasiswa, rapat tersebut ia kesampingkan.
"Seharusnya hari ini kami diundang membahas open bidding Sekda, tapi karena bertepatan dengan audiensi ini, kami memilih bertemu dengan rakyat dan mahasiswa terlebih dahulu,”jelasnya.
Selain itu, Nuzul juga menyinggung soal surat imbauan yang ia keluarkan agar anggota DPRD tidak terlibat dalam pengelolaan proyek MBG. Surat tersebut merupakan bentuk tanggung jawab kelembagaan, bukan ditujukan kepada individu tertentu.
"Karena ini menyangkut sinyalemen mengenai dugaan anggota dewan disebutkan terlibat dalam kegiatan MBG, maka saya berkewajiban untuk mengimbau dan mengingatkan anggota barangkali ada yang terlibat," katanya.
Menurutnya, surat imbauan tersebut bersifat normatif kelembagaan, dan tidak ditujukan kepada individu atau orang per orang.
"Saya yakin, saya belum melihat ada anggota dewan bermain secara formal, bermain MBG,”ujarnya.
Dia menjelaskan, jika aturan sudah jelas melarang anggota DPR, PNS, TNI, Polri, termasuk kepala daerah untuk ikut mengelola program yang bersumber dari APBN atau APBD. Namun, kerabat anggota dewan seperti anak atau pasangan tetap memiliki hak masing-masing.
"Secara legal formal, saya belum menemukan bukti keterlibatan. Yang penting harus ada hitam di atas putih, jelas dan tercatat,”pungkasnya.***
Editor : Andri Yanto