Babarit Kuningan, Jejak Leluhur yang Terjaga di Tengah Arus Zaman

KUNINGAN,iNEWS.ID–Suasana penuh khidmat menyelimuti Pendopo Bupati Kuningan pada Minggu (24/8). Ratusan warga berkumpul, menyatu dengan denting gamelan dan alunan kacapi suling yang lembut, menyaksikan prosesi sakral Babarit.
Yakni sebuah tradisi turun-temurun yang kembali digelar sebagai bagian dari rangkaian Hari Jadi ke-527 Kuningan. Tradisi ini bukan sekadar seremoni tahunan.
Di balik setiap langkah prosesi, tersimpan makna mendalam. Yakni rasa syukur atas limpahan nikmat dari Sang Pencipta, sekaligus penghormatan terhadap kearifan lokal yang diwariskan leluhur.
Prosesi Babarit dimulai dengan penyatuan air dari empat kabuyutan Cihulu Kuningan (barat), Cikahuripan Cilimus (utara), Indrakila Karangkancana (timur), dan Jamberama Selajambe (selatan).
Air suci itu menjadi simbol penyatuan sumber kehidupan. Rangkaian kemudian dilengkapi dengan sawer air, tabuhan gamelan, tarian kendi air, hingga kidung sakral yang dilantunkan juru kawih.
Puncak kebersamaan terasa ketika Bupati dan Wakil Bupati membagikan tumpeng, hasil bumi, serta nasi pincuk kepada masyarakat. Simbol sederhana, namun sarat makna tentang semangat berbagi dan kepedulian antar warga.
Meriahnya suasana tak lepas dari iringan musik tradisi. Petikan tarawangsa dan alunan kacapi suling mengalun bersahutan, berpadu dengan lantunan kidung Sang Golewang yang membuat suasana terasa syahdu.
Semua larut dalam suasana kebersamaan, merasakan denyut budaya yang masih hidup di tanah tatar Sunda. Babarit tahun ini bukan hanya ritual sakral, melainkan juga pengingat bahwa di tengah derasnya arus modernisasi, Kuningan tetap teguh menjaga warisan leluhur sebagai fondasi untuk melangkah ke masa depan.
Editor : Andri Yanto