Gema Jabar Hejo Soroti Krisis Lingkungan di Hulu Sungai Cilengkrang Gunung Ciremai

Pihaknya menyoroti minimnya upaya konservasi, dan lemahnya pengawasan terhadap eksploitasi sumber daya air. Pengambilan air yang tak terkendali, perusakan jalur alami air, dan minimnya edukasi lingkungan jadi kombinasi yang mematikan dan ini harus segera dievaluasi.
"Ini soal keberlanjutan hidup. Kalau air mati, yang lain ikut mati. Kita tidak boleh kalah oleh kelalaian dan ketamakan. Saatnya semua pihak pemerintah, masyarakat, dan pengusaha sadar dan berbenah," tandasnya.
Oleh sebab itu, pihaknya mendorong moratorium sementara pada aktivitas yang berdampak langsung terhadap aliran sungai, disertai restorasi dan reboisasi kawasan hulu sebagai langkah jangka panjang. Termasuk mengingatkan masyarakat, agar aktif mengawasi dan melaporkan pelanggaran tata ruang.
"Hak kita dijamin UU untuk melakukan pengawasan dan menggugat pelanggaran, baik melalui Class Action maupun legal standing organisasi lingkungan hidup,”katanya.
Meski pemda memiliki regulasi soal lingkungan, ia melihat jika kenyataan di lapangan justru banyak pembangunan di kawasan hijau kaki Gunung Ciremai. Padahal tak sedikit bangunan masuk dalam Kawasan Lindung geologi yang rawan bencana letusan gunung berapi, sesuai Perda Nomor 26 Tahun 2011 dan Perbup Nomor 84 Tahun 2020.
"Namun aktivitas di sana tetap berjalan, bahkan berpotensi melanggar aturan zonasi dan izin yang berlaku. Jika perizinan pemanfaatan ruang dikeluarkan tanpa mematuhi rambu-rambu kebijakan pengendalian kawasan lindung, maka pejabat yang menerbitkan izin bisa dipidana sesuai Pasal 73 UU Nomor 26 Tahun 2007,”ujarnya.
Pihaknya berharap, Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Kementerian ATR/BPN turun tangan menurunkan tim investigasi, agar persoalan ini mendapat penanganan serius sesuai aturan.
"Kita tidak boleh membiarkan kelalaian dan ketamakan menghancurkan masa depan lingkungan dan masyarakat,”pungkasnya.***
Editor : Andri Yanto