"Melihat kondisi saat ini, kami sebagai petani yang menginginkan perubahan di sektor pertanian merasa miris. Bagaimana pertanian di Kuningan bisa lebih baik dan sejahtera jika urusan organisasi yang menaunginya saja masih mengalami deadlock?" ujar Fazri, Sabtu (1/2).
Ia menilai, rekonsiliasi merupakan langkah terbaik untuk menghindari perpecahan dan mempercepat fokus pada perbaikan nasib petani. Menurutnya, dalam konteks kepemimpinan HKTI, seorang ketua harus memiliki pemahaman mendalam tentang pertanian, mulai dari hulu hingga hilir.
"Jika melihat rekam jejak kedua calon, saya rasa Pak Haji Udin lebih mumpuni. Kapasitasnya di bidang pertanian sudah tidak diragukan lagi. Bahkan, beliau dikenal dengan sebutan Haji Udin Bayem karena dedikasinya terhadap pertanian," ujarnya.
Keprihatinan serupa juga diungkapkan oleh Ridho, seorang tokoh pertanian di Kuningan. Ia menyayangkan ketidakpastian yang terjadi di tubuh HKTI, padahal para petani sangat membutuhkan pemimpin yang memahami kebutuhan mereka secara nyata.
"Hari ini, banyak petani yang kesulitan berkembang karena kurangnya pendampingan dari para praktisi pertanian. HKTI seharusnya menjadi solusi, bukan malah terjebak dalam tarik-ulur kepentingan politik. Pemimpin HKTI harus memiliki kapasitas untuk benar-benar mengayomi petani dan menjadikan sektor pertanian sebagai pilar utama ekonomi daerah," katanya.
Menurutnya, pemilihan ketua HKTI yang tak kunjung menemukan titik temu, berisiko menghambat berbagai program pertanian yang seharusnya segera direalisasikan. Jika situasi ini terus berlarut, para petani dikhawatirkan akan semakin terpinggirkan dan kehilangan arah dalam menghadapi tantangan di sektor pertanian.
Oleh karena itu, rekonsiliasi antara kedua kandidat dinilai sebagai solusi terbaik untuk mengakhiri kebuntuan dan kembali fokus pada tujuan utama meningkatkan kesejahteraan petani di Kabupaten Kuningan.***
Editor : Andri Yanto