"Kami di Komisi II telah mendapat disposisi untuk menerima audiensi masyarakat soal PT MBM. Setelah kami kaji dan mendengar berbagai keterangan, jelas masyarakat benar-benar menjadi korban. Proses pinjaman dilakukan secara digital tanpa prosedur resmi seperti kontrak atau tanda tangan langsung,”ujarnya, Rabu (29/10).
Ia menjelaskan, dalam skema investasi tersebut, masyarakat diarahkan untuk melakukan pinjaman ke bank dengan janji bahwa pembayaran angsuran akan ditanggung oleh pihak perusahaan. Namun, kenyataannya justru berbanding terbalik.
"Perusahaan justru melarikan diri, sementara masyarakat tetap harus membayar cicilan ke bank. Bahkan, sertifikat dan dokumen jaminan milik warga masih ditahan pihak bank. Padahal mereka tidak pernah menikmati hasil pinjaman itu," ungkapnya prihatin.
Lebih jauh, Komisi II juga mempertanyakan keabsahan kerja sama antara PT MBM dan pihak perbankan. Dari hasil audiensi, diketahui tidak ada MoU resmi yang mengikat kedua pihak.
"Kami tanyakan soal MoU antara PT MBM dengan pihak bank, ternyata tidak ada. Pihak bank pun mengaku sama-sama menjadi korban. Namun kami juga mempertanyakan mengapa tidak ada laporan resmi dari pihak bank atas kejadian ini,”ujarnya.
Menurutnya, jumlah korban di Kabupaten Kuningan mencapai lebih dari 100 orang, sebagian besar berasal dari kalangan masyarakat berpenghasilan rendah. Karena itu, Komisi II menilai perlu ada kebijakan dan langkah tegas dari pemerintah daerah, untuk memberikan pendampingan hukum dan perlindungan administratif bagi para korban.
"Kami sudah sepakat di forum DPRD, bahwa tidak boleh ada lagi penagihan dari pihak bank sampai proses administrasi dan hukum kasus ini selesai. Kami juga akan menyampaikan rekomendasi ke OJK dan LPSK, agar turut meninjau dan mengkaji kasus ini," jelasnya.
Selain mendesak penghentian penagihan, Komisi II juga meminta agar jaminan pinjaman masyarakat segera dikembalikan oleh pihak bank.
"Kami sangat prihatin dengan kondisi ini. Karena itu, kami menyarankan kepada Pemda Kuningan untuk memberikan pendampingan hukum kepada masyarakat. Mereka tidak boleh dibiarkan berjuang sendiri menghadapi persoalan ini,”tutupnya.***
Editor : Andri Yanto
Artikel Terkait
