"Sekarang mau dilakukan open bidding lagi untuk tujuan yang sama. Sementara tidak ada kejelasan terhadap hasil open bidding yang sebelumnya dilakukan secara resmi oleh pemerintah daerah. Ini penghinaan terhadap akal sehat,”kata aktivis Pemuda Muhammadiyah Kuningan, Sadam Husen.
Menurutnya, yang lebih menyedihkan ketika diketahui bahwa proses open bidding tersebut menghabiskan anggaran rakyat hampir setengah miliar rupiah. Dana yang tidak kecil itu, apalagi dalam situasi fiskal daerah yang serba terbatas, tidak selayaknya dihabiskan untuk menutupi hasrat pribadi atau golongan.
"Prosesnya juga sudah melibatkan panitia seleksi, lembaga assessment, uji kompetensi, dan publikasi. Semua dilakukan atas nama transparansi dan profesionalisme. Jika dilakukan ulang, ini pemborosan,”tuturnya.
Hal berbeda disampaikan pengamat kebijakan publik, Sujarwo. Sebab proses seleksi sebelumnya memang menyisakan sejumlah kejanggalan, bahwa open bidding sekda tidak direncanakan sejak awal tahun 2024 melainkan muncul mendadak pada pertengahan tahun oleh Pj Bupati sebelumnya.
Padahal, sejak awal sudah ada masukan agar proses seleksi dilakukan setelah kepala daerah definitif dilantik.
"Posisi sekda sangat strategis, sehingga idealnya proses dilakukan oleh Bupati dan Wakil Bupati terpilih. Sayangnya rekomendasi itu diabaikan, bahkan pengumuman tiga besar justru dilakukan secara terburu-buru pada malam hari sebelum pelantikan Pj Bupati baru. Padahal, sesuai tahapan resmi, pengumuman seharusnya dilaksanakan pertengahan November 2024,”ujarnya, Sabtu (16/8).
Ia menegaskan, secara aturan Bupati definitif berhak untuk tidak menggunakan hasil seleksi sebelumnya, asalkan mendapat persetujuan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Dalam kasus di Kuningan, izin resmi tersebut telah dikantongi sehingga langkah Bupati sah dan tidak menyalahi aturan.
"Praktik Selter ulang bukan hal baru. Banyak preseden serupa terjadi di daerah maupun kementerian, meskipun sudah ada penetapan tiga besar. Jadi, ini bukan keputusan sepihak tanpa dasar,”tegasnya.
Menanggapi tudingan adanya pemborosan anggaran, ia menilai kritik itu keliru. Anggaran seleksi sebelumnya merupakan kebijakan Pj Bupati terdahulu, yang tetap memaksakan proses meski sudah ada saran untuk menunda.
"Kalau mau bicara pemborosan, tanggung jawabnya bukan pada Bupati terpilih. Justru Selter ulang ini merupakan langkah korektif agar pejabat Sekda yang dipilih selaras dengan visi dan misi kepala daerah hasil pilihan rakyat,”jelasnya.
Ia menekankan pentingnya proses pengisian jabatan strategis dilakukan secara transparan, tepat waktu, serta memperhatikan kesinambungan kepemimpinan.
"Dengan begitu, birokrasi daerah bisa berjalan optimal demi kepentingan rakyat," pungkasnya.***
Editor : Andri Yanto
Artikel Terkait