Lebih jauh, ia mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil kunjungan kerjanya ke sejumlah puskesmas di Kuningan sepanjang tahun 2024, ditemukan bahwa hampir 40 jenis obat tidak tersedia. Padahal, status puskesmas kini sudah berbentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang sejatinya memungkinkan pengelolaan keuangan secara mandiri.
"Anehnya, puskesmas diberi kewenangan kelola keuangan, tapi tidak bisa membeli obat sendiri karena harus lewat koordinator. Ini justru memperlambat pengadaan,”katanya.
"Akhirnya di tahun 2024, kita alami kekurangan obat, tapi justru di akhir tahun anggarannya malah surplus Rp8,3 miliar," sambungnya.
Surplus anggaran di tiap puskesmas, menurutnya, bahkan mencapai Rp150 juta hingga Rp400 juta. Namun ironi terjadi karena obat tetap langka.
"Obat sebenarnya tersedia di gudang farmasi, tapi tidak bisa dikeluarkan karena ada utang pemda ke distributor senilai Rp6 miliar. Ini sangat ironis,”tegasnya.
Kang Yaya juga menyoroti program Griya Sehat, inovasi Pemda Kuningan yang diklaim sebagai satu-satunya di Jawa Barat. Namun sayangnya, menurut dia, program tersebut belum berjalan optimal.
"Program ini bagus, tapi anggarannya hanya Rp40-50 juta dan pelayanannya hanya tiga kali seminggu. Tentu belum cukup," tandasnya.
Persoalan lain yang tak kalah krusial adalah rendahnya tingkat aktivasi kepesertaan BPJS Kesehatan di Kuningan, yang saat ini baru mencapai 73 persen. Menurutnya, banyak masyarakat tidak bisa langsung memanfaatkan BPJS karena proses aktivasi yang lama, bahkan bisa menunggu hingga tiga bulan.
"Kita butuh sekitar 80 ribu BPJS gratis agar aktivasi bisa tembus 80 persen. Tapi itu butuh anggaran sekitar Rp60 miliar per tahun. Pertanyaannya, mampukah APBD kita menanggung beban sebesar itu?”katanya.
Ia juga mengungkap bahwa saat ini ada sekitar 188 ribu warga yang antre BPJS gratis, dengan 80 ribu di antaranya merupakan peserta yang menunggak pembayaran.
"Jika ditambah data terbaru, ada sekitar 120 ribu warga yang menunggak BPJS gratis. Ini adalah potret krisis yang harus kita selesaikan bersama,”ujarnya.
Dengan semua temuan tersebut, Kang Yaya berharap seluruh pemangku kebijakan, terutama pemerintah daerah, bisa mengambil langkah serius dan sistematis untuk memperbaiki sektor kesehatan di Kabupaten Kuningan.
"Kesehatan bukan hanya soal pengobatan, tapi tentang menjaga martabat dan masa depan rakyat. Maka ini harus jadi prioritas, bukan sekadar wacana,”pungkasnya.***
Editor : Andri Yanto
Artikel Terkait