"Saya datang bukan atas nama pribadi, ini lembaga negara. Tapi kita dipertemukan dengan pekerja yang tidak tahu-menahu. Ini bentuk pelecehan terhadap lembaga dan masyarakat. Sangat tidak etis,”kecam Nuzul di depan awak media.
Perusahaan yang berpusat di Bandung dengan cabang di Cirebon diduga meminta ijazah asli para pekerja sejak awal perekrutan, namun tidak mengembalikannya setelah masa kerja berakhir. Tak hanya itu, informasi dari warga dan mantan karyawan menyebut perusahaan juga sempat meminta jaminan berupa BPKB kendaraan.
"Menahan ijazah itu pelanggaran hukum. Tidak ada alasan rasional bagi perusahaan untuk menyimpan dokumen pribadi yang menentukan masa depan seseorang,”tegas Nuzul.
"Ijazah bukan aset perusahaan. Ini bentuk ketidakadilan, bahkan bisa dikategorikan eksploitasi," sambungnya.
Dugaan pelanggaran tak berhenti di situ. Dari hasil penelusuran di lapangan, diketahui gudang tempat beroperasinya perusahaan tersebut belum mengantongi izin operasional resmi. Bahkan keberadaan tenaga kerja pun belum pernah didaftarkan ke Disnakertrans Kuningan.
"Kalau tak ada izin dan tak melaporkan pekerja, maka besar kemungkinan kegiatan usahanya diduga ilegal. Ini sangat memprihatinkan,” tandasnya.
Ironisnya, meski telah lama beroperasi di wilayah tersebut, perusahaan juga nyaris tidak menunjukkan kontribusi sosial kepada lingkungan sekitar. Kepala Desa Cinagara mengaku belum pernah melihat program CSR atau bentuk tanggung jawab sosial lainnya dari perusahaan tersebut.
Sekretaris Disnakertrans Kuningan, Imat Masriadi, mengingatkan bahwa penahanan ijazah hanya dibenarkan dalam kondisi sangat khusus, itupun harus berdasarkan kesepakatan tertulis yang sah sesuai surat edaran Kemenaker tahun 2015.
Namun, menurut DPRD, dalam kasus ini tidak ada bukti adanya kesepakatan adil antara perusahaan dan karyawan. Karena itu, Nuzul menegaskan pihaknya akan segera memanggil pimpinan perusahaan untuk dimintai pertanggungjawaban secara langsung.
"Kami tak akan diam. Ini bukan cuma soal pelanggaran ketenagakerjaan, tapi soal penghinaan terhadap sistem hukum dan perlindungan hak warga negara," pungkasnya.***
Editor : Andri Yanto
Artikel Terkait