"Sektor pariwisata sangat terpukul dengan adanya larangan studi tour ini. Banyak hotel dan restoran yang merasakan dampaknya secara langsung. Jika kebijakan ini terus berlangsung, akan semakin banyak pelaku usaha yang kesulitan bertahan," ujarnya, Sabtu (8/3).
Pihaknya menekankan, bahwa pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang PAD terbesar bagi Kuningan. Dengan adanya larangan ini, bukan hanya perputaran ekonomi lokal yang terganggu, tetapi juga ancaman terhadap keberlangsungan usaha wisata di daerah.
"Di satu sisi, kita dituntut untuk meningkatkan PAD guna membantu pembangunan daerah. Namun, di sisi lain, sumber PAD dari sektor pariwisata justru dibatasi oleh kebijakan yang menghambat perputaran ekonomi lokal. Bahkan, alih-alih mempercepat pembangunan, kebijakan ini justru berisiko membuat banyak usaha gulung tikar," terangnya.
Menurut data portal Jabar Prov, jumlah kunjungan wisatawan nusantara ke Jawa Barat pada Januari–Desember 2024 mencapai 167,40 juta perjalanan, meningkat 7,15 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Hanyen khawatir, tren positif ini bisa berbalik akibat kebijakan larangan studi tour.
"Kami tidak ingin Jawa Barat menjadi terisolasi dalam tanda kutip dibanding provinsi lain. Dengan kebijakan ini, banyak sekolah di luar Jabar yang akhirnya memilih destinasi wisata di provinsi lain untuk studi tour, sementara sektor wisata di Jabar justru terpuruk," tegasnya.
Editor : Andri Yanto
Artikel Terkait