"Saat ini ada indikasi perpecahan di internal birokrasi pasca pilkada. Jika dibiarkan berlarut-larut, dikhawatirkan akan berdampak pada efektivitas pemerintahan dan kualitas pelayanan publik," ujarnya, Rabu (5/3).
Namun, Ia juga mengingatkan agar pembenahan ini tidak hanya menjadi ajang bagi kepentingan politik semata.
"Memang, dalam realitas politik, pengaruh kepentingan tertentu dalam mutasi adalah sesuatu yang sulit dihindari. Tetapi, jika muatannya lebih dominan ke arah politik dibanding profesionalisme, maka birokrasi justru bisa semakin terfragmentasi dan kehilangan efektivitas," tegasnya.
Selain itu, ia menyoroti posisi Sekretaris Daerah (Sekda) yang saat ini masih berstatus Penjabat (Pj). Menurutnya, sebelum ada perubahan struktur besar dalam birokrasi, posisi Sekda seharusnya sudah didefinitifkan.
"Ketua Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) adalah kunci dalam pengambilan keputusan terkait mutasi. Jika posisinya masih lemah, maka kebijakan yang diambil bisa kurang solid dan berpotensi menimbulkan ketidakpastian di kalangan ASN," jelasnya.
Dirinya juga menekankan, pentingnya proses open bidding dalam pengisian jabatan eselon 2B yang kosong, agar seleksi berlangsung transparan dan berbasis kompetensi.
"Jangan sampai ada kesan, bahwa promosi jabatan hanya diberikan kepada orang-orang dekat penguasa. Reformasi birokrasi yang sejati harus berbasis meritokrasi, bukan hanya pertimbangan politis," pungkasnya.***
Editor : Andri Yanto
Artikel Terkait