Ciremai Bukan Sekadar Ruang Produksi, Alam Punya Hak yang Harus Dijaga
KUNINGAN,iNEWS.ID–Anggota DPRD Kuningan, Rana Suparman mengingatkan pentingnya perubahan cara pandang terhadap pengelolaan Gunung Ciremai yang dinilainya kian mengkhawatirkan. Hal itu disampaikannya dalam diskusi Waroeng Rakyat yang digelar di Resto Saung Gunung, Kuningan, Jumat (19/12).
Rana menegaskan, Gunung Ciremai merupakan tiang kehidupan bagi masyarakat Kuningan dan sekitarnya. Dalam konsep kearifan lokal, kawasan gunung memiliki pembagian ruang yang jelas dan tidak bisa ditawar, yakni leuweung titipan (kawasan larangan), leuweung tutupan (hutan pelindung atau penyangga), serta baladahan (wilayah budidaya).
"Di dalam pembagian itu sudah tertanam hak dan batas. Ada wilayah yang sama sekali tidak boleh diganggu, ada yang boleh dimanfaatkan secara terbatas, dan ada yang memang disediakan untuk penghidupan manusia,”ujarnya.
Menurutnya, pembagian tersebut bukan sekadar zonasi teknokratis, melainkan ekspresi cara pandang ekologis yang menempatkan alam sebagai subjek yang memiliki hak. Alam punya haknya sendiri sebelum manusia menegosiasikan haknya.
Ia menjelaskan, kawasan larangan sejatinya berfungsi sebagai daerah resapan air yang tidak boleh diproduksi. Sementara hutan penyangga memiliki aturan hukum yang memungkinkan intervensi terbatas, namun tetap tidak untuk tujuan produksi. Adapun kawasan baladahan barulah ruang yang bisa diintervensi sekaligus diproduksi.
Namun, kondisi Ciremai saat ini dinilai sudah memasuki fase kronis. Hal tersebut terlihat dari tutupan hutan yang didominasi oleh pohon-pohon produksi non endemik. Rana sempat terkejut saat melihat kawasan Ciremai banyak tanaman pinus.
Editor : Andri Yanto