get app
inews
Aa Text
Read Next : Legislator Jabar Sepakat RSUD Linggajati Dikelola Provinsi, Fasilitas Bakal Lengkap

Alam di Kuningan Disebut 70 Persen Alami Kerusakan, Minta Langkah Nyata Pemda

Senin, 11 Agustus 2025 | 14:33 WIB
header img
Momen saat komunitas keturunan Anak Cucu Cisanggarung yang tergabung pada Incu Putu Pangauban Cisanggarung melakukan diskusi soal kelestarian alam di Kuningan, Jabar. Foto: Andri

KUNINGAN,iNEWS.ID–Memasuki usia delapan tahun, komunitas keturunan Anak Cucu Cisanggarung yang tergabung dalam Incu Putu Pangauban Cisanggarung kembali meneguhkan komitmennya menjaga kelestarian lingkungan.

Pertemuan bertajuk Hajat Ageung Sawindu Pangauban Incu Putu Cisanggarung itu digelar di Kabupaten Kuningan, Senin (11/8), mengusung tema Suci Ing Pamrih Rancage Gawe (Tulus dalam Niat, Cekatan dalam Berbuat).

Ketua Panitia, Dadan Aminudin Latif, menyebut kegiatan ini sebagai refleksi perjalanan panjang, pahit, dan manis anak cucu kawasan Cisanggarung dalam menghidupkan kembali nilai-nilai Patanjala, sebuah filosofi kuno yang mengajarkan pentingnya menjaga alam demi keberlangsungan generasi mendatang.

"Tema ini menjadi pengingat bahwa menjaga alam bukan sekadar wacana, melainkan kerja nyata yang butuh ketulusan dan kegigihan,”ujarnya.

Hal senada disampaikan tokoh sesepuh, Rana Suparman. Bahwa konsep Patanjala telah berhasil menyatukan komunitas dari berbagai daerah aliran sungai besar di Pulau Jawa termasuk Cisanggarung, Citarum, Cimanuk, hingga Cimandiri.

Bahkan, konsep ini sempat diadopsi dalam kebijakan daerah melalui Peraturan Daerah tentang Perlindungan Mata Air. Namun, ia menyesalkan terhambatnya Perda Inisiatif Patanjala di Kementerian Hukum dan HAM hanya karena istilah Patanjala belum masuk dalam KBBI.

"Padahal ini kosakata buhun yang sarat makna pelestarian alam,”tegasnya.

Ia mengungkapkan, selama ini komunitas telah melakukan penelusuran dari hulu di Gunung Sintok/Kendeng hingga hilir di Brebes. Hasilnya, mereka menemukan hal memprihatinkan yakni 70 persen kawasan alam di Kuningan mengalami kerusakan.

Meski tampak hijau, banyak lahan mengalami kekeringan akibat berkurangnya tanaman endemik. "Karena itu, kolaborasi dan komunikasi lintas komunitas serta dukungan pemerintah mutlak diperlukan,”ujarnya sambil menyerukan agar aparatur memahami wilayah kerjanya untuk menyusun konsep perawatan lingkungan yang konkret.

Ia menegaskan, konsep Patanjala bukan bentuk perlawanan pada negara, melainkan wujud bakti kepada tanah air dengan menyampaikan data dan informasi akurat demi lahirnya kebijakan yang tepat.

Bupati Kuningan, Dr H Dian Rachmat Yanuar, yang hadir dalam acara ini, memberikan apresiasi tinggi terhadap kiprah komunitas. Menurutnya, Pangauban bukan sekadar urusan wilayah, tetapi juga pagar batin dan nilai jiwa dalam menjaga tanah air.

“Delapan tahun kiprah Patanjala bukan hanya hitungan waktu, tetapi bukti kesetiaan terhadap nilai luhur pelestarian alam,”ujarnya.

Ia mengakui masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan, namun optimistis bahwa dengan peran komunitas seperti Pangauban, tantangan seperti pencemaran sungai dan ancaman terhadap mata air bisa diatasi.

Dirinya menyebut perumpamaan bahwa sungai mengajarkan manusia untuk rendah hati namun tetap bermanfaat. Bahkan kini, Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Kuningan memasuki tahap akhir, diharapkan dapat menjadi kerangka kebijakan pendukung pelestarian lingkungan.***

Editor : Andri Yanto

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut