Duel TPP vs Pokir: Fraksi Golkar Kuningan Beri Pencerahan Soal Anggapan Miring

KUNINGAN,iNEWS.ID–Wacana pengurangan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kuningan memicu beragam reaksi.
Namun, Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Kuningan, Harnida Darius, mengajak semua pihak untuk menyikapi wacana ini secara bijak dan proporsional, dengan mempertimbangkan kondisi riil kemampuan keuangan daerah.
"Kita harus pahami, bahwa pengurangan TPP ini bukan keputusan yang populis, tapi muncul dari kajian menyeluruh terhadap situasi keuangan daerah yang sedang tidak baik-baik saja,”ujar Harnida saat dimintai tanggapan, Kamis (7/8).
Menurutnya, TPP adalah tambahan penghasilan yang bersifat kondisional, bukan hak yang bersifat mutlak. Oleh karena itu, penyesuaiannya sangat tergantung pada kondisi pendapatan daerah.
"Bagaimana mungkin kita menambah penghasilan, sementara pendapatan daerah sedang mengalami penurunan cukup signifikan? Maka prinsip dasarnya, belanja daerah harus disesuaikan dengan pendapatan, bukan sebaliknya,”tegasnya.
Dirinya merujuk pada Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 yang mendorong efisiensi anggaran, serta ketentuan dalam Permendagri Nomor 15 Tahun 2024 yang menyebut bahwa pemberian TPP dilakukan dengan mempertimbangkan reformasi birokrasi dan kemampuan keuangan daerah.
"Jika dipaksakan, APBD kita akan semakin tidak sehat. Oleh karena itu, eksekutif dan legislatif saat ini sedang melakukan kajian bersama untuk merumuskan langkah terbaik, termasuk dalam hal skema pengurangan TPP,”paparnya.
Meski demikian, ia menekankan bahwa jika pengurangan TPP memang harus dilakukan, maka perlu diterapkan secara berjenjang dan proporsional, tidak disamaratakan.
"TPP itu berbasis kinerja dan prestasi. Maka semestinya, pengurangannya pun memperhatikan pangkat, jabatan, dan kontribusi ASN. Dan saya percaya, jika kondisi keuangan daerah kembali pulih, maka TPP pun akan kembali optimal,”ucapnya.
Di sisi lain, ia juga mengingatkan bahwa Pemda masih memiliki kewajiban besar dalam penyelesaian skema penggajian bagi para Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), yang jumlahnya tak sedikit.
"Kita harus pikirkan juga nasib PPPK, karena mereka turut berkontribusi terhadap pelayanan publik. Ini menjadi tanggung jawab pemerintah yang tidak kecil,”katanya.
Terkait dengan adanya anggapan bahwa pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD sebaiknya juga ikut dikurangi jika TPP ASN dipotong, ia memiliki pandangan lain.
"Perlu diluruskan bahwa pokir bukan penghasilan anggota dewan. Pokir adalah hasil serapan aspirasi masyarakat yang disampaikan melalui reses. Itu amanah dari konstituen, dan dijamin oleh undang-undang,”tandasnya.
Ia menambahkan, sebagai wakil rakyat, setiap anggota DPRD memiliki sumpah jabatan untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat. Oleh karena itu, pokir harus dipandang sebagai instrumen penyaluran kebutuhan warga, bukan sebagai bentuk keuntungan pribadi.
"Setiap orang tentu bebas berpendapat. Tapi mari kita bedakan antara penghasilan pribadi dengan program aspirasi masyarakat. Pokir lahir dari keluhan dan kebutuhan masyarakat di daerah pemilihan, dan harus tetap kita perjuangkan agar manfaatnya bisa dirasakan langsung," pungkasnya.***
Editor : Andri Yanto