Longsor di Kawasan Ciremai, Begini Tanggapan Pengusaha hingga Pemerhati Lingkungan

KUNINGAN,iNEWS.ID–Musibah longsor yang terjadi di kawasan kaki Gunung Ciremai, tepatnya di lereng Arunika hingga jalur hiking Lembah Cilengkrang masih menjadi perhatian publik.
Bencana tanah longsor yang mengancam kawasan konservasi ini tidak hanya menimbulkan kekhawatiran, tetapi juga menggugah diskusi serius soal tata ruang, pembangunan, dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan.
Pada momen diskusi yang berlangsung di Desa Pajambon, Owner Arunika yakni H Rokhmat Ardiyan (HRA) mengungkapkan, pembangunan kawasan Arunika sebenarnya bermula dari niat baik membuka lapangan pekerjaan. Namun, tempat yang awalnya tersembunyi dan indah itu mendadak viral dan menuai perhatian luas.
"Pembangunan Arunika dari awal memang berbahan batu-batuan. Saya bagian dari keluarga besar AKAR, dan soal lingkungan bagi saya adalah harga mati. Komitmen saya, dalam bisnis tidak boleh mencelakakan siapa pun, dan tidak boleh mewariskan masalah," ujar HRA, mengakui bahwa integritas menjadi prinsip utama dalam setiap langkah bisnisnya.
Terkait isu longsor yang mencuat, HRA menegaskan bahwa bencana tanah longsor di area itu sudah pernah terjadi sebelum Arunika berdiri. Meski demikian, ia tidak lari dari tanggung jawab.
"Karena longsor itu memang terjadi di bibir lereng Arunika, dan kalau ada apa-apa yang rugi pasti saya. Oleh karena itu, tentunya betul saya harus bertanggung jawab dan saya berupaya semaksimal mungkin untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diharapkan," ungkapnya.
Namun saat ini, lanjutnya, dapat dilihat jika hujan cukup ekstrem, terjadi banyak titik longsoran tanah di berbagai wilayah di Kuningan.
"Saya juga sempat mengunjungi korban longsor di Cimara, dan memberikan bantuan. Mari kita jaga alam Ciremai ini, kita jaga bersama-sama, tidak boleh ada pencemaran apa pun," kata HRA yang juga Anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra.
Ia juga menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Wakil Bupati, yang menurutnya telah memberikan pernyataan yang adil dalam menyikapi situasi ini. Ia berharap semua pihak bisa bersinergi mencari solusi terbaik, demi keselamatan dan keberlanjutan kawasan Gunung Ciremai.
Di sisi lain, pegiat lingkungan Avo memberikan pandangan yang lebih luas. Ia tidak secara langsung menyalahkan Arunika, namun menyoroti potensi kerawanan longsor yang tinggi di kawasan lereng Palutungan.
"Ini bukan semata soal Arunika. Siapa pun yang beraktivitas membangun di kawasan itu, harus sadar bahwa wilayah Palutungan adalah zona rawan bencana. Harus ada pembatasan pembangunan di atas lereng,”tegasnya, Senin (26/5).
Avo juga menyinggung lemahnya pengendalian pemanfaatan ruang oleh pemerintah daerah. Menurutnya, Peraturan Bupati Nomor 84 Tahun 2020 tentang Pemanfaatan dan Pengendalian Ruang Kawasan Palutungan seharusnya menjadi acuan yang dijalankan dengan konsisten.
"Sayangnya, pembangunan di sana seperti tidak terkendali. Padahal, Pemda bisa bertindak tegas. Harus segera bentuk tim evaluasi pelaksanaan Perbup 84/2020 dan hentikan sementara pembangunan yang tidak sesuai aturan,”tegasnya.
Ia juga menekankan, pentingnya keterlibatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dalam proses perizinan sejak awal.
"BPBD punya Dokumen Kajian Risiko Bencana (KRB) yang penting untuk mitigasi. Jangan sampai mereka hanya dilibatkan saat bencana sudah terjadi," sindirnya.
Lebih jauh, Avo mengajak semua pihak untuk menjalankan pengendalian ruang secara ketat dan berorientasi pada keberlanjutan. Pengelolaan sumber daya alam di kawasan Palutungan harus bisa memberikan manfaat ekonomi secara lestari, dan memperkuat identitas Kuningan sebagai kabupaten konservasi.***
Editor : Andri Yanto