Ketua PSI Kuningan Soroti Pernyataan Balai TNGC soal Longsor di Cilengkrang

KUNINGAN,iNEWS.ID–Ketua Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kuningan, Asep S Sonjaya atau yang akrab disapa Asep Papay, menyoroti pernyataan Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (BTNGC) terkait insiden longsor di kawasan jalur hiking Lembah Cilengkrang, Kuningan.
Menurut Asep Papay, kawasan Gunung Ciremai merupakan salah satu kekayaan alam Kabupaten Kuningan yang menyimpan potensi luar biasa baik dari segi sumber daya air, keanekaragaman hayati, maupun fungsi ekologisnya. Karena itu, setiap aktivitas di kawasan tersebut harus benar-benar mempertimbangkan dampak lingkungan secara serius.
"Selama ini, meski hujan deras kerap mengguyur, tidak pernah terjadi longsor atau banjir di kawasan tersebut. Namun sejak adanya pembangunan tempat wisata baru, tiba-tiba terjadi longsor di area jalur air Cilengkrang yang notabene dekat dengan sumber air penting. Ini menjadi indikasi kuat bahwa ada pengaruh aktivitas manusia yang perlu diselidiki secara komprehensif," ujar Ketua PSI Kuningan, Asep Papay dalam keterangan persnya, Jumat (23/5).
Menurutnya, pernyataan pihak BTNGC yang menyebut masyarakat harus lebih cerdas dalam menilai situasi, dinilai kurang elok dan justru terkesan defensif terhadap pihak pengelola wisata yang diduga menjadi pemicu bencana.
"BTNGC seharusnya bersikap lebih komunikatif dan bijak. Daripada buru-buru membela pihak tertentu, lebih baik fokus menyampaikan rencana penelusuran penyebab, investigasi lingkungan, atau bahkan meninjau ulang seluruh aktivitas pembangunan di kawasan itu," kritiknya.
Ia menambahkan, kepentingan masyarakat harus menjadi prioritas utama dalam setiap pengelolaan kawasan konservasi.
"Jangan sampai publik merasa suara dan kekhawatirannya diabaikan. Sebagai badan otoritatif, BTNGC seharusnya menjadi garda depan dalam menjaga keseimbangan lingkungan, bukan malah menyampaikan narasi yang menyudutkan masyarakat,”tegasnya.
Ia pun mendorong, agar insiden ini menjadi momentum evaluasi menyeluruh terhadap pembangunan di kawasan konservasi, agar tidak menimbulkan bencana ekologis yang lebih besar di masa mendatang.***
Editor : Andri Yanto