Aksi Saling Dorong Mahasiswa dan Aparat saat Demo Tolak UU TNI

KUNINGAN,iNEWS.ID–Ratusan mahasiswa dari berbagai universitas menggelar aksi unjuk rasa di Gedung DPRD Kuningan, Senin (24/3) sore. Mereka tegas menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI yang dilakukan oleh pemerintah pusat.
Dalam aksinya, mahasiswa menyuarakan kekhawatiran mereka terhadap potensi kembalinya dwifungsi TNI yang dapat mengancam hak-hak sipil dan prinsip demokrasi. Bahkan, aksi saling dorong mahasiswa dengan aparat mewarnai unjuk rasa tersebut.
Aksi unjuk rasa itu sempat ricuh, usai ratusan mahasiswa memaksa masuk gedung dewan. Pintu gerbang yang tertutup sempat dijebol mahasiswa, namun polisi berhasil memukul mundur para pengunjuk rasa.
Ketua DPRD Kuningan, Nuzul Rachdy yang menerima langsung para demonstran, menyampaikan bahwa pihaknya memahami kekhawatiran mahasiswa dan masyarakat sipil terkait implikasi dari UU TNI tersebut.
"Iya, kebetulan teman-teman mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa terkait pengesahan UU TNI. Ini memang merupakan kebijakan pusat yang tidak berkaitan langsung dengan daerah, tetapi sebagai bentuk dukungan moral, kita mengajak semua pihak untuk tetap menjaga demokrasi," ujar Nuzul.
Ia juga menyinggung sejarah masa Orde Baru, di mana TNI memiliki peran dominan dalam kehidupan sipil. Menurutnya, wajar jika mahasiswa dan kelompok civil society merasa khawatir terhadap potensi kembalinya kondisi tersebut.
"Setelah saya berkoordinasi dengan pimpinan di pusat dan provinsi, kekhawatiran akan kembalinya TNI seperti masa Orde Baru sepertinya tidak akan terjadi. Namun, terlepas dari itu, teman-teman mahasiswa dan civil society sudah mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Kita tunggu hasilnya," tambahnya.
Aksi unjuk rasa ini berlangsung damai dengan pengawalan ketat dari aparat kepolisian. Terlebih, Nuzul Rachdy juga meneken surat tuntutan yang dilayangkan para pengunjuk rasa.
Mahasiswa berharap pemerintah pusat dapat mendengarkan aspirasi mereka, dan mempertimbangkan kembali dampak dari pengesahan UU TNI terhadap demokrasi di Indonesia.***
Editor : Andri Yanto