KUNINGAN,iNEWS.ID–Ratusan tenaga honorer dari kategori R2 (Kategori II) dan R3 (terdata di BKN) yang tergabung dalam Forum Honorer R2 dan R3 Kabupaten Kuningan menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Kuningan, Kamis (16/1). Aksi ini menjadi momentum besar bagi para honorer untuk menyuarakan tuntutan atas ketidakpastian status kepegawaian mereka.
Para peserta aksi berasal dari berbagai profesi seperti guru, tenaga kesehatan, administrasi hingga kedinasan memadati jalan raya di kawasan DPRD Kuningan.
Dengan membawa spanduk dan poster berisi berbagai tuntutan, mereka meminta pemerintah memberikan solusi konkret terhadap nasib ribuan tenaga honorer yang telah mengabdi selama bertahun-tahun.
Sekretaris Forum Honorer R2 dan R3, Otong Supriatna menegaskan, bahwa aksi ini dilakukan untuk menuntut keadilan dan pengakuan dari pemerintah atas pengabdian mereka.
"Kami menuntut keadilan dan kepastian masa depan. Ribuan honorer telah lama mengabdi, namun status kepegawaian kami masih tidak jelas. Ini adalah perjuangan bersama untuk mendapatkan hak kami," tandasnya.
Dalam aksi tersebut, Forum Honorer R2 dan R3 menyampaikan empat tuntutan utama. Yakni mendesak pemerintah untuk mengangkat tenaga honorer menjadi PPPK full time secara bertahap hingga 2027, dengan mempertimbangkan masa kerja dan kontribusi mereka.
Forum menolak pembukaan formasi umum untuk CPNS dan PPPK di Kabupaten Kuningan sebelum semua tenaga honorer R2 dan R3 yang terdata dalam database BKN diangkat menjadi PPPK full time.
Honorer mendesak pemerintah segera mengesahkan RPP Manajemen ASN, yang merupakan turunan dari UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN, untuk mengakomodasi tenaga honorer. Mereka juga meminta revisi UU Nomor 1 Tahun 2022 terkait hubungan keuangan pusat dan daerah agar mendukung pengangkatan honorer.
Para honorer meminta pemerintah menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) yang mengatur pengangkatan tenaga honorer non-ASN menjadi PPPK full time. Termasuk menyoroti ketimpangan antara kebutuhan tenaga kerja dengan jumlah formasi PPPK yang disediakan pemerintah. Ia menyebut bahwa formasi yang tersedia hanya untuk 585 orang, jauh dari jumlah honorer yang telah mengabdi.
"Ini adalah ketidakadilan yang nyata. Kami telah mengabdi bertahun-tahun, namun nasib kami seolah diabaikan. Pemerintah harus mendengar suara kami," tegasnya.
Ia mengajak seluruh tenaga honorer bersatu dalam aksi ini untuk menunjukkan solidaritas dan kekuatan bersama.
"Kalau bukan kita yang memperjuangkan, siapa lagi? Ini adalah waktu untuk bersatu dan bergerak demi masa depan yang lebih baik," serunya.
Aksi ini menjadi ujian besar bagi pemerintah, khususnya Pemkab dan DPRD Kuningan, dalam menanggapi isu tenaga honorer yang telah lama menjadi polemik. Dengan ribuan honorer yang terus menyuarakan aspirasi mereka, pemerintah diharapkan segera mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan persoalan ini sebelum gejolak semakin meluas.***
Editor : Andri Yanto