"Ini yang harus jadi perhatian. Saya minta TNGC mengurangi pohon pinus dan memperbanyak pohon endemik. Pohon endemik itu penting untuk meningkatkan produksi oksigen dan menjaga keseimbangan ekologis Kuningan,”katanya.
Rana menekankan perlunya duduk bersama antara Perhutani, Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC), dan Pemerintah Daerah untuk merumuskan langkah konkret. Ia mengingatkan, jika kondisi ini terus dibiarkan, potensi bencana ekologis seperti yang terjadi di beberapa wilayah Sumatra bisa saja terulang.
"Ciremai itu diperkuat oleh gunung, geger, monggor, dan pasir. Perlakuan terhadap gunung harus jelas metodologinya. Kita tidak bisa asal intervensi,”ujarnya.
Ia juga menyoroti praktik membawa jenis pohon dari luar wilayah sebagai bentuk virus ekologis bagi gunung. Tekanan ekonomi untuk memanfaatkan getah pinus, menurutnya, tidak boleh mengalahkan kepentingan jangka panjang kelestarian alam.
"Kita harus punya konsensus dengan Pemda dan TNGC, kurangi pinus, perbanyak endemik. Pohon endemik itu pohon asli yang sejak dulu ada di sini. Tanya saja sesepuh orang tua dulu, misal seperti muncang atau picung, bahkan nama desanya itu ada dan menunjukkan itu pohon lokal,”katanya.
Ia juga mengingatkan posisi wilayah Kuningan terhadap dampak dari gunung vulkanik dan tektonik. Menurutnya, risiko bencana harus dihitung secara serius.
"Kalau gunung pecah, larinya ke mana masyarakat kita? Ini harus dikalkulasi. Alam kita sedang tidak baik-baik saja,”tandasnya.
Ia pun mengajak seluruh elemen, mulai dari pemerintah eksekutif, legislatif, hingga yudikatif, untuk hadir dan mengambil peran nyata dalam menjaga kelestarian Gunung Ciremai.
"Mari kita bangun kesadaran bersama, susun formulasi, temukan metodologi yang tepat. Kalau ekologis dan kelestarian terjaga, maka kehidupan di permukaan tanah pun akan ikut kuat,”pungkasnya.***
Editor : Andri Yanto
Artikel Terkait
