"Kami datang ke DPRD untuk meminta kejelasan sikap pemerintah daerah, terkait kebijakan pemerintah pusat mengenai penundaan ini. Pemerintah pusat harus bertanggung jawab karena kebijakan ini telah membuat ratusan honorer resah. Kami butuh kepastian, bukan janji-janji kosong," tegasnya, Jumat (14/3).
Menurutnya, pemerintah daerah melalui Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kuningan sebenarnya telah menyelesaikan tahap demi tahap, mulai dari seleksi hingga persiapan pelantikan. Namun, tiba-tiba muncul ketidakpastian terkait anggaran yang memicu kebingungan di kalangan tenaga honorer.
"Kami mendapat informasi bahwa anggaran untuk pelantikan PPPK di Pemda Kuningan sudah ada dan telah dianggarkan. Tapi dalam musyawarah terakhir, ada yang mengatakan anggaran itu tidak ada. Ini yang membuat kami bingung, tolong pemerintah daerah jelaskan kepada kami," terangnya.
Pihaknya juga mempertanyakan bagaimana mekanisme pemerintah daerah jika nantinya pengangkatan tenaga honorer harus dilakukan serentak pada 2026, sebagaimana wacana yang beredar.
"Jangankan mengangkat 6.000 tenaga honorer, kami yang hanya 579 orang saja harus berjuang mati-matian agar diangkat. Kalau kebijakan seperti ini terus berlanjut, bagaimana nasib kami nanti," ujarnya.
Massa aksi mendesak DPRD Kuningan untuk segera mengambil sikap dan memperjuangkan aspirasi mereka. Mereka berharap ada langkah konkret dari pemerintah daerah, untuk memastikan bahwa penundaan ini tidak berlarut-larut dan hak-hak mereka sebagai tenaga honorer yang telah lolos seleksi tetap dihormati.***
Editor : Andri Yanto
Artikel Terkait