Oleh sebab itu, lanjutnya, adanya dugaan pembendungan mata air yang dilakukan untuk kepentingan bisnis, jelas berdampak pada masyarakat dan ekosistem sekitar. Air adalah hak bersama, dan pemanfaatannya harus dilakukan secara bijaksana dan berkelanjutan.
" Jadi tidak bisa hanya mengutamakan keuntungan segelintir pihak, sementara masyarakat dan lingkungan menjadi korban,” ujarnya, Kamis (27/2).
Menurutnya, bahwa kerusakan pada mata air yang kini tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan warga, merupakan indikasi jelas bahwa pengelolaan sumber daya alam di wilayah tersebut belum memperhatikan prinsip keberlanjutan.
"Eksploitasi seperti ini merusak sistem ekologi yang sudah berjalan lama. Jika tidak ada tindakan yang tepat, maka bukan hanya masyarakat yang akan merasakan dampaknya, tetapi juga keberlanjutan ekosistem yang bergantung pada mata air itu,”ungkapnya.
Sebagai penggiat lingkungan, Daeng Ali mendesak agar pemerintah daerah dan pihak terkait segera melakukan evaluasi terhadap pengelolaan mata air di kawasan kaki Gunung Ciremai. Krisis air ini tidak hanya soal distribusi air bersih, tetapi juga soal keberlanjutan ekosistem dan kelangsungan hidup masyarakat.
"Pemerintah harus memastikan bahwa pengelolaan sumber daya alam, khususnya mata air, dilakukan dengan prinsip keberlanjutan yang memperhatikan kepentingan masyarakat luas. Jika eksploitasi terus dibiarkan, dampaknya akan jauh lebih besar di masa depan,”tandasnya.
Lebih lanjut, Gema Jabar Hejo mendorong agar ada regulasi yang lebih tegas mengenai pengelolaan sumber daya air, yang mengutamakan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan.
"Sudah saatnya kita mulai berpikir jangka panjang, bukan hanya mengejar keuntungan sesaat. Keberlanjutan alam dan kehidupan masyarakat harus menjadi prioritas utama,” tutupnya.***
Editor : Andri Yanto
Artikel Terkait