get app
inews
Aa Text
Read Next : HPN 2025: Ujian Berat bagi Pers di Tengah Arus Teknologi dan Disinformasi

Inpres 1/2025 Mesti Ditinjau Ulang, Industri Hotel dan Restoran Kuningan Terancam Lesu

Kamis, 06 Februari 2025 | 09:15 WIB
header img
Kebijakan efisiensi belanja yang tertuang dalam Instruksi Presiden nomor 1 tahun 2025 berpotensi menekan laju pertumbuhan hotel dan restoran di Kuningan, Jabar. (foto: Ist)

KUNINGAN,iNEWS.ID–Kebijakan efisiensi belanja yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 berpotensi menekan laju pertumbuhan industri perhotelan dan restoran di Kabupaten Kuningan, Jabar.

Instruksi yang mengatur pemangkasan anggaran di sektor pemerintahan ini, diperkirakan akan menyebabkan penurunan drastis dalam jumlah acara yang digelar di hotel dan restoran, terutama untuk kegiatan Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE).

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kuningan, Hanyen Tenggono mengungkapkan bahwa dampak kebijakan ini mulai terasa sejak akhir 2024, ketika wacana efisiensi anggaran mulai mengemuka. Kini, setelah Inpres resmi diterapkan, industri perhotelan dan restoran diprediksi mengalami penurunan reservasi hingga 40 persen atau lebih.

"Sejak Inpres ini keluar, banyak instansi pemerintah yang langsung membatalkan agenda mereka di hotel dan restoran. Ini berdampak signifikan pada tingkat hunian hotel dan omzet restoran yang selama ini bergantung pada kegiatan MICE," ujar Hanyen Tenggono dalam keterangan persnya, Kamis (6/2).

Ia menjelaskan, bahwa pemerintah daerah dalam beberapa tahun terakhir memang mengalami keterbatasan anggaran, sehingga setiap penyelenggaraan acara di hotel kerap menjadi sorotan. Namun, sebelum adanya kebijakan efisiensi ini, sektor pemerintahan masih menjadi salah satu kontributor utama dalam mendukung kegiatan MICE di Kuningan.

Kini, dengan pembatasan belanja yang lebih ketat, industri perhotelan dan restoran harus menghadapi tantangan besar untuk bertahan. Lebih dari sekadar penurunan pendapatan, kebijakan ini juga memunculkan ancaman bagi tenaga kerja di sektor ini.

Jika kondisi terus memburuk, bukan tidak mungkin hotel dan restoran akan melakukan efisiensi tenaga kerja, bahkan merumahkan karyawan. "Kami masih berusaha mencari solusi agar tidak sampai melakukan PHK. Namun, jika situasi ini berlarut-larut, langkah efisiensi mungkin menjadi pilihan terakhir," imbuhnya.

Tak hanya berimbas pada pelaku usaha, penurunan aktivitas industri perhotelan dan restoran juga dapat memengaruhi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Kuningan. Sebagai daerah yang mengandalkan sektor pariwisata, hotel dan restoran menjadi salah satu penyumbang PAD terbesar.

Jika sektor ini terpuruk, bukan tidak mungkin pemasukan daerah juga akan ikut menurun. Hanyen berharap pemerintah pusat dapat meninjau kembali kebijakan ini, terutama terkait sektor yang beririsan langsung dengan pariwisata, hotel, dan restoran.

Menurutnya, efisiensi anggaran memang penting, tetapi perlu ada keseimbangan agar sektor ekonomi tidak mati suri.

"Kami meminta pemerintah mengevaluasi kembali Inpres ini, terutama poin-poin yang berdampak pada sektor pariwisata dan industri pendukungnya. Kuningan sangat bergantung pada sektor ini untuk menggerakkan ekonomi daerah," terangnya.

Dilema antara efisiensi anggaran dan keberlangsungan ekonomi lokal kini menjadi tantangan bagi pemerintah daerah dan pelaku usaha di Kuningan. Jika tidak ada langkah mitigasi yang tepat, kebijakan ini bisa menjadi pukulan telak bagi industri yang baru saja bangkit pasca pandemi.***

Editor : Andri Yanto

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut